Jumat, 09 Januari 2015

Sejarh Perjuangan Khulafaur-rasyidin

ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
A.    MENGENAL ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
Sebelum membahas peristiwa pembaitan Abu bakar sebagai Khalifah pertama umat Islam sepeninggal Rasulullah Saw. maka kita haruslah terlebih dahulu mengenal  sosok Abu bakar. Mulai dari pribadi beliau sebelum Islam dan setelah Islam. Bagaimana perjuangan dan pengorbanan serta kesetiaan beliau terhadap Islam dan Nabi Muhammad Saw. sehingga sampai umat islam pun membaiat beliu menjadi khalifah. Dan juga dalam sejarah perjuangan sahabat yang mulia ini akan banyak kita temukan berbagai macam pelajaran dan hikmah yang amat sangat berharga bagi setiap pribadi muslim.

1.      ABU BAKAR ASH SHIDDIQ SEBELUM ISLAM

Sosok Abu Bakar As Shiddiq dikenal sebagai shahabat dekat Rasulullah, dan merupakan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW. beliau menjadi orang yang sangat berjasa besar dalam penyebaran risalah Islam.lalu siapakah sebanarnya Abu Bakar ini?

Adapun nama aslinya adalah Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin Amru bin Ka’ab bin Saad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib al-Quraishi at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Ayahnya Abu Qahafah baru masuk Islam pada peristiwa Fathu Makkah. Adapun ibu beliau adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim. Ummu al-Khair masuk Islam di awal kemunculan Islam.

Abu Bakar adalah ayah dari ‘Aisyah RA, istri Nabi Muhammad. Awalnya nama beliau adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Adapun gelar Abu bakar adalah karena beliau adalah laki-laki pertama yang masuk Islam, yang kemudian mendapat gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') karena beliau adalah orang yang selalu meyakini dan memebenarkan setiap yang disampaikan Rasulullah Saw. Terutama setelah Abu Bakar menjadi orang pertama yang langsung membenarkan peristiwa Isra Mi’raj, sehingga jadilah nama beliau sebagaimana kita kenal saat ini "Abu Bakar Ash-Shiddiq".

Abu Bakar dilahirkan setelah tahun Gajah, maka beliau lebih muda dari Rasulullah karena Rosul dilahirkan di tahun Gajah. Tetapi para ulama bersilang pendapat mengenai jarak waktu antara tahun gajah denga waktukelahiran beliau. Diantara ulama ada yang berpendapat bahwa beliau dilahirkan 3 tahun selepas tahun Gajah, ada yang mengatakan 2 tahun 6 bulan, ada yang berpendapat 2 tahun beberapa bulan tanpa menetapkan jumlah bulannya. 

Beliau hidup dalam lingkungan keluarga yang baik dan mulia di antara kaumnya. Bahkan Abu Bakar temasuk salah satu pembesar Quraisy dari Bani Taim. Dia menjadi orang yang mulia dan terkemuka di kaumnya. Bahkan sebelum Islam Abu Bakar terkenal sebagai orang yang mampu menjaga diri dari perilaku perilaku jahiliyah seperti minum khamr, zina, dan bahkan diriwayatkan bahwa beliau termasuk orang yang tidak pernah bersujud kepada berhala.[1]

Dalam hal keilmuan pun Abu Bakar terkenal seorang ahli nasab[2]. Dia bahkan menjadi rujukan dan guru para ahli nasab di zamannya seperti ‘Uqail bin Abi Thalib dan yang lainnya. Dan Rasulullah pernah bersabda mengenai hal ini dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah R.A.
إن أبا بكر أعلم قريش بأنسابها [3]
“Sesungguhnya Abu Bakar adalah orang Quraisy yang paling mengetahui nasab-nasab mereka.”

Beliau juga terkenal sebagai saudagar kaya yang sering berdagang ke negeri Syam. Beliau menjadi sahabat Rasulullah sejak dari kecil hingga dewasa, bahkan dalam dunia perdagangan saat Rasulullah menjadi pedagang.

2.      ABU BAKAR AS SHIDDIQ SETELAH MASUK ISLAM.

Abu Bakar termasuk orang yang menjaga diri di masa jahiliyah. Dia tidak pernah bersujud kepada berhala dan bahkan berusaha mencari agama yang benar dan sesuai dengan fitrah yang suci. Dengan profesinya sebagai pedagang, beliau sering melakukan perjalan jauh ke berbagai wilayah. Dalam perjalananya inilah beliau selalu berhubungan dengan penganut berbagai agama demi mencari agama yang paling benar sesuai fitrah manusia. Maka banyak penulis yang sering menuliskan bahwa keimanan Abu Bakar lahir dari perjalanan perncariannya terhadap agama yang lurus sesuai fitrah. 

Dikisahkan pula bahwa beliau sering berbincang dengan orang-orang yang masih berpegang pada ajaran tauhid semisal Waraqah bin Naufal dkk. Abu Bakar pernah bercerita bahwa ketika dia duduk di sekitar Ka’bah, saat itu ‘Amru bin Nufail juga sedang duduk. Kemudian lewatlah Umayyah ibnu Abi As Shalt dan bertanya: “Bagaimana kabarmu wahai pencari kebaikan?” (maksudnya pencarian agama yang benar) lalu beliau menjawab: “Baik” maka Ibnu Abi Shalt pun bertanya kembali: “Apa kamu sudah menemukannya?” dan beliau pun menjawab: “Belum”[4]

a.      Sampainya Dakwah kepada Abu Bakar Ash Shiddiq.
Abu Bakar merupakan orang yang sangat dekat dan memiliki hubungan yang kuat dengan Rasulullah Muhammad Saw. di masa jahiliyah. Maka ketika Rasulullah mengajaknya kepada Islam Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang langsung menerima Islam tanpa sedikitpun keraguan. Adapun kisah keIslaman beliau adalah sebagai berikut:
ثم إن أبا بكر الصدِّيق لقي رسول الله   فقال: «أحق ما تقول قريش يا محمد؟ مِن تركك آلهتنا، وتسفيهك عقولنا، وتكفيرك آبائنا؟»، فقال رسول الله  : «بلى، إني رسول الله ونبيه، بعثني لأبلغ رسالته وأدعوك إلى الله بالحق، فوالله إنه للحق، أدعوك يا أبا بكر إلى الله وحده لا شريك له، ولا تعبد غيره، والموالاة على طاعته»، وقرأ عليه القرآن، فلم يقر ولم ينكر، فأسلم وكفر بالأصنام، وخلع الأنداد وأقر بحق الإسلام، ورجع أبو بكر وهو مؤمن مصدق
“Kemudian Abu Bakar menemui Rasulullah Saw. seraya bertanya: “Apakah benar yang dikatakan oleh kaum Quraisy wahai Muhammad? Bahwa engkau telah meninggalkan tuhan-tuhan kami, membodohkan akal kami, dan mengkafirkan orang tua kami?” Rasulullah menjawab: “Benar, sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan nabiNya, Allah mengutusku untuk menyampaikan risalahNyadan mengajakmu menunju Allah dengan benar. Demi Allah ini adalah risalah yang benar. Aku mengajakmu wahai Abu Bakar kepada Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, dan janganlah engkau menyembah selainNya dan agar selalu setia dalam ketaatan kepadaNya.” Kemudian Rosul membacakan Al-Quran dan Abu Bakar tidak  mengakui dan tidak pula mengingkari. Kemudian dia masuk Islam dan mengingkari berhala, menanggalkan sekutu-sekutu Allah dan mengakui kebenaran Islam. Dan Abu Bakar pun pulang dalam keadaan sebagai seorang mukmin yang membenarkan.” 

Ibnu Katsir dalam al-Bidâyah wa Nihâyah menyebutkan beberapa riwayat yang mengatakan bahwa Abu Bakar adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan laki-laki. Beliau juga merupakan orang yang pertama kali shalat bersama Nabi Saw.

b.      Perannya setelah masuk Islam

Setelah menyatakan dirinya masuk Islam, Abu bakar menjadi orang yang sangat besar peranannya dalam penyebaran risalah dan dakwah Islam. Banyak dari sahabat-sahabat besar yang masuk Islam melalui Abu Bakar Ah Shiddiq. Diantaranya adalah Zubaeir bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqash, Utsman bin Math’un, Abi Ubaidah bin Jarah, Abi salamah bin Abdul Asad, Al Arqam ibnu Abi’l Arqam. Abu Bakar juga mengajak keluarganya untk memeluk Islam dan berhasil mengIslamkan putrinya Aisyah dan Asma’, putranya Abdullah, Istrinya Ummu Rumman, juga pembantunya Amir bin Qahirah.

Abu Bakar menjadi pendamping Rasulullah dalam perjalanan dakwah beliau. Abu Bakar belajar bahwa Islam adalah amal, dakwah dan jihad. Keimanan baginya tak hanya cukup dengan sekedar percaya belaka, namun lebih dari itukeimanan takkan pernah sempurna sehingga seorang muslim menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah SWT


162.  “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
163.  “Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".[5]

Dan Abu Bakar pun menjadi sahabat Rasulullah yang berperan sangat besar dalam penyebaran risalah Islam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA. Bahwa ketika umat Islam masih berjumlah 38 orang, Abu Bakar mendesak Rasulullah agar umat Islam tidak lagi menyembunyikan keIslamannya. Meski Rasul sendiri awalnya menolak usulan ini, namun Abu Bakar terus mendesak hingga Rosul pun menerima usulan ini. kemudian ketika berada di Masjidil Haram Abu Bakar pun berpidato sedang Rasulullah duduk. Maka dari itu Abu Bakar adalah orang yang pertama kali berpidato mengajak kepada Islam. Ketika itu orang-orang musyrik segera mengeroyok beliau hingga beliau pun babak belur, tapi beruntung Bani Taim segera datang dan menyelamatkannya dari amukan kaum musyrikin. Ketiak itu bani Taim yang melihat luka-luka Abu Bakar yang parah menghawatirkan kalau Abu Bakar akan meninggal. Sehingga mereka kembali ke Masjid dan memberikan pengumuman bahwa kalau sampai Abu Bakar meninggal maka mereka akan membunuh Uqbah bin Rabi’ah. 

Saat abu bakar siuman, bani Taim pun berusaha menanyainya namun Abu Bakar terus menyanyakan bagaimana keadaan Rasulullah. Dan Ummu Khair (ibu Abu Bakar) diminta untuk membujuknya agar mau makan. Namun ia tetap saja terus menanyakan Nabi Muhammad Saw. karena ibunya memang tak tau menahu tentang keadaan Rosul, maka Abu Bakar memintanya untuk menayakannya kepada Ummu Jamil binti Khattab. Ummu Jamil pun datang menemui Abu Bakar dan mengabarkan padanya bahwa Rasulullah selamat, baik-baik saja dan sekarang sedang berada di Darul Arqam. Ketika itu Abu bakar pun meminta untuk menemui Rasulullah di Darul Arqam. Rasulullah dan kaum Muslimin menyambut hangat kedatangan beliau. Saat itulah ia meminta agar Rasulullah mengajak ibunya untuk masuk Islam dan mendoakannya agar bisa terselamatkan dari siksa neraka. Kemudian Rosulpun mendoakan dan mengajaknya kepada Islam. Ummu Khair pun masuk Islam.
 Itu hanyalah salah satiu contoh kecil dari ribuan kisah perjuangan Abu Bakar dalam dakwah dan penyebaran Risalah Islam bersama Rasulullah. Masih ada banyak lagi kisah-kisah perjuangan Abu Bakar dalam membela Islam dan Rasulullah Saw. mulai dari siakpnya yang selalu membela dan pendamping Rasulullah dari berbagai intimidasi dan hinaan kaum musyrikin, pengorbanan beliau dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah, membebaskan budak muslim dari siksaan kaum musyrik, infak beliau dalam persiapan Jihad di jalan Allah, keberaniannya dalam berbagai pertempuran dan peperangan, perjalanan beliau menemani Rosululah dalam hijrahnya menuju Madinah yang penuh tantangan sekaligus hikmah dan pelajaran. Dan masih banyak lagi yang lain yang tidak bisa kesemuanya itu kami sampaikan dalam makalah singkat ini.

            Demikianlah sejarah singkat Abu bakar Ash Shiddiq. Keteguhan beliau dalam membela dan mendampingi Rasulullah ini menjadikan beliau menjadi orang yang paling dekat dan dicintai oleh Riosulullah. Sehingga tak heran ketika kabar Isra’ Mi’raj sampai kepadanya tak ada keraguan sedikitpun dalam hatinya seraya mengtakan “Jika yang mengatakannya adalah Nabi Muhammad maka itu pasti benar”. Tah heran ketika QS. An-Nasr turun, beliau menjadi orang pertama yang menangis karena menyadari bahwa sahabat dekatnya akan segera meninggalkannya menghadap sang Khaliq. Tak heran juga jika Rasulullah pun menjadikan belaiu sebagai Imam mengantikan Rasulullah saat terbaring sakit. Dan tak heran pula, jika umat islam pun membaiat beliau menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw..

B.     ABU BAKAR DIBAIAT MENJADI KHALIFAH

      Wafatnya Rasulullah Saw. mengejutkan seluruh umat Islam bahkan banyak dari kalangan shahabat yang tidak mempercayai kabar ini. sehingga banyak yang bingung menyikapi peristiwa besar ini. banyak dari para Shahabat yang tertunduk lesu tak mampu menegakkan kakinya, banyak yang lidahnya kelu tak bisa berkata-kata, bahkan ada yang mengingkari hal ini dan bahkan ada pula yang sampai mengatakan bahwa Rasulullah tidaklah meninggal, beliau hanya pergi untuk menemui Rabbnya sebagaiman Musa AS menemui Rabbnya selama 40 hari. Bahkan umar pun mengangkat pedangnya dan bersumpah akan menebas siapapun yang mengatakan Rasulullah meninggal. 

      Bahkan Imam Qurthuby mengisahkan betapa besarnya musibah ini, seraya menjelaskan bahwa sebesar-besar musibah adalah musibah yang menimpa agama. Dan wafatnya Roslullah merupakan musibah besar yang menimpa agama ini. Rasulullah bersabda:
إذا أصاب أحدكم مصيبة فليذكر مصابه بي فإنها أعظم المصائب
“Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah maka hendaklah ia menginga musibahnya dengan musibah yang menimpaku, sesungguhnya (musibah yang menimpaku) inilah sebesar-besarnya musibah.”[7]

      Dan sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. ini. karena umat Islam ketika ditinggalkan oleh beliau mulai menghadapi musibah besar yang tiada henti. Karena dengan wafatnya Rasulullah maka terputuslah wahyu, berakhirlah kenabian, dan merupakan awal munculnya para nabi palsu, banyak umat Islam yanng murtad, dan ini menjadi titik kemunduran pertama setelah sebelumnya umat Islam berhasil mencapai puncaknya.

      Disinilah mulai terlihat kepiawaian Abu Bakar Ash Shidiq yang dengan tenang mampu menghadapi musibah besar  ini. beliau segera berpidato membacakan ayat Allah menenangkan kaum muslimin. Beliau pun mengatatkan dalam pidatonya bahwa sesungguhnya barang siapa menyembah Nabi Muhammad Saw. maka sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. telah meninggal dan barang siapa menyembah Alla SWT maka sesungguhnya Allah adalah Maha Hidup dan tak akan pernah mati, kemudian beliau membacakan QS. Ali Imran[3]: 144


“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

1.   Pertemuan di Saqîfah Bani Sa’idah

Setelah berita wafatnya Rasulullah menyebar, para sahabat mulai bertanya-tanya mengenai siapakah yang akan menggantikan kepemimpinan umat Islam nantinya. Mengingat bahwa ini merupakan masalah yang penting bagi kaum Muslimin. Maka di hari itu pula, berkumpullah kaum Anshar di Saqîfah atau tempat pertemuan Bani Sa’idah. Saat kaum Muhajirin mengetahui hal ini, mereka pun segera menyusul untuk mengikuti pertemuan ini.

Di dalam perjalanannya menuju Saqîfah Bani Sa’idah ini Umar menceritakan bahwa mereka bertemu dengan dua orang laki-laki shalih. Dua orang ini bertanya: “Hendak kemanakah kalian wahai kaum Muhajirin?” kami menjawab: “Kami hendak menemui saudara-saudara kami di Saqîfah bani Sa’idah.” Keduanya pun mengingatkan agar kaum Muhajirin mengurungkan niatnya untuk pergi ke saqîfah ini. Namun kami tetap bersikukuh untuk pergi kesana. Ketika sampai kami melihat seseorang yang sedang terbaring berselimut berada dalam majlis itu. Aku (Umar) bertanya: “Siapa ini?” mereka menjawab: “Dia adalah Sa’ad bin Ubadah.” Setelah kami duduk sejenak salah seorang dari mereka berrpidato dengan menyatakan akan keutamaan kaum Anshar yang telah menjadi penolong Rasulullah dan membawa Islam menuju kemajuan seraya mengingatkan agar kaum Muhajirin tidak mengeluarkan kaum Anshar dalam masalah khilafah. Saat itu aku telah menyiapkan kata-kata yang menurutku paling indah untuk aku sampaikan. Namun saat itu Abu Bakar mencegahku dan dia menyampaikan kata-kata yang jauh lebih indah dari yang hendak kusampaikan. Kemudian ia menyampaiakan hadits nabi tentang siapa yang berhak dalam perkara ini. Maka Kaum Anshar pun menerimanya.

Setelah Abu Bakar selesai berpidato dalam saqîfah Bani Sa’idah dia pun mengajukan Umar dan Abu Ubaidah sebgai Khalifah. Tapi Umar juga menolaknya dan membenci hal itu. Umr juga mengatakan bahwa jikalau lehernya dipenggal, itu tidaklah cukup untuk dibandingkan jika dia harus menjadi pemimpin dimana Abu Bakar ada di dalam kaum tersebut. Maka ketika itu Umar pun membaiat Abu Bakar dan kaum Muhajirin pun mengikutinya, kemudian kaum Anshar berikutnya.

2.   Baiat ‘Ammah terhadap Abu Bakar.

Setelah Abu Bakar mendapat baiat dalam pertemuan di saqîfah Bani Sa’idah, di hari berikutnya umat Islam pun melaksanakan baiat Ammah terhadap Abu Bakar. Dalam riwayat dari Annas bin Malik ia mengatakan bahwa saat itu Umar berdiri sedang Abu Bakar duduk,  dia berpidato seraya menyebutkan keutamaan Abu bakar yang telah menjadi orang terdekat Rasulullah, yang menemani beliau dalam gua, yang menggantikan beliau sebagai iman saat beliau sakit. Kemudian Umar pun meminta agar kaum muslimin untuk membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin umat Islam. Saat itulah kaum muslimin membaiat Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar pun ganti berpidato di hadapan seluruh kaum muslimin saat itu. Dan bersatulah seluruh umat Islam dalam kepemimpinan Abu Bakar RA.

C.     SYUBHAT SEPUTAR BAIAT ABU BAKAR ASH SHIDDIQ.

Dalam baiat Abu Bakar sebagai khalifah terdapat beberapa hal yang sering menjadi perdebatan, diantanya adalah:

1.      Sikap Saad bin Ubadah Terhadap Baiat Abu Bakar.

Saad bin Ubadah telah membaiat Abu Bakar di Saaqifah Bani Sa’idah dan tidak pernah ada satu riwayat pun yang shahih mengenai adanya perselisihan selepas baiat Abu Bakar. Tidak pernah ada perpecahan di kalangan umat Islam dalam hal ini. 

Beberapa buku sejarah ada yang mengisahkan bahwa Saad bin Ubadah menentang kaum Muhajirin dalam masalah khilafah dan menginginkan dirinya menjadi khalifah, namun ini tidaklah ada dasarnya sama sekali. Jika kita mengetahui siapa sebenarnya Saad bin Ubadah dan perjalannya bersama Rasulullah. Akan kita dapati dirinya adalah termasuk orang-orang pilihan yang tidak pernah menjadikan dunia sebagai tujuannya. Dia termasuk dalam orang yang mengikuti Baiat ‘Aqabah II dan merupakan tentara perang badar yang mana telah diketahui bersama bagaiman kedudukan tentara badar dalam Islam. Maka jelaslah bagaimana pengorbanan dan perjuangan Saad bin Ubadah dalm Islam. Maka tidaklah mungkin baginya untuk menjadi orang yagn justru menyulut ashobiah jahiliyah ke dalam masyarakat Anshar.

Telah jelas riwayat yang menyatakan bahwa Saad telah membaiat Abu Bakar dalam pertemuan di saqîfahBani Sa’idah. Dimana ketika Abu bakar berpidato dengan menunjukan besarnya kedudukan kaum Anshar dalam Islam melalui hadits-hadits nabi, lalu Abu Bakar pun menyampaikan sebuah hadits kepada Saad.
ولقد علمت يا سعد أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال وأنت قاعد : ]قريش ولاة هذا الامر , فبرّالنّاس تبع لبرّهم وفاجرهم تبع لفاجرهم[ قال سعد : صدقت نحن الوزراء وأنتم الأمراء , فتتابع القومعلى البيعة وبايـــع سعد
“Dan engkau telah mengetahuinya wahai Saad, bahea Rasulullah pernah bersabda dimana engkau dalam keadaan duduk: “Kaum Quraisy lah yang berhak dalam perkara ini, dan baiknya umat manusia mengikuti pada baiknya mereka dan keburukan manusia mengikuti keburukan mereka.” Saad pun berkata: “Engkau Benar, kami adalah mentri dan kalianlah peminpin.” Maka mereka pun berbaiat dan saad pun berbaiat.”[9]

Dan dengan ini jelaslah mengenai sikap Saad dalam pembaiatan Abu Bakar sebagai khalifah. Dan dengan begitu jelaslah bahwa kaum Anshar telah bersepakat (baca; ijmak) dalam pengangkatan Abu Bakar.

2.      Sikap Ali dan Zubeir Terhadap Baiat Abu Bakar

Muncul banyak cerita terutama dari kalangan Syiah, bahwa Ali dan Zubeir terlambat dalam membaiat Abu Bakar. Dan jelas semua ini tidaklah benar adanya. Adapun riwayat yang benar akan hal ini adalah dari Ibnu Abbas RA. bahwa Ali dan Zubeir bersama beberapa orang lainnya berada di rumah Fatimah RA. dimana beberapa orang dari kaum Muhajirin ini tengah sibuk mengurusi jenazah Rasulullah Saw. terutama Ali bin Abi Thalib RA. mulai dari memandikan dan mengkafani jenazah beliau. 

Adapun mengenai waktu baiat Ali dan Zubeir terhadap Abu Bakar. Keduanya membaiat Abu Bakar paha hari baiat ‘ammah bersama dengan kaum muslimin yang lain. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Alkhudri beliau menceritakan bahwa pada saat baiat ammah, Abu Bakar tidak melihat Zubeir maka belaiu meminta untuk dipanggilkan Zubeir. Dan didatangkanlah Zubeir yang kemudian membaiat Abu Bakar. Begitu pula dengan Ali bin Abi Thalib RA.[10]

D.    HIKMAH DAN KESIMPULAN.
Setelah membahas permaslahan baiat umat Islam terhadap khalifah pertama umat Islam yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam pembaiatan ini –berdasarkan riwayat yang shahih– tidaklah ada perselisihan ataupun perpecahan dalam diri Umat Islam, baik Anshar maupun Muhajirin. Baiat tersebut telah menjadi ijmak kaum muslimin secara menyeluruh tanpa ada yang menginggatinya.
Adpun pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah diantaranya:
1.      Kepiawaian Abu Bakar dalam Menyampaikan Kebenaran.

            Setelah Rasulullah wafat, umat Islam berada di ambang pintu perpecahan. Abu Bakar yang saat itu berada dalam pihak yang benar, ketika melihat kondisi yang cukup tegang, beliau berhasil menarik hati kaum Anshar dan mengawali pidatonya dengan melunakkan hati Anshar dan menengakan keadaan. Barulah setelah itu ia menyampaikan kebenaran akan hadits tentang siapa yang berhak dalam urusan kekhalifahan ini. 

            Kita semua tentu meyakini bahwa kita berada dalam jalan yang benar. Namun dalam dakwah, Abu Bakar telah memberikan contohnya, bahwa kebenaran haruslah disampaikan dengan cara yang benar sehingga tidak malah menimbulkan perpecahan yang justru merugikan. Begitulah kebenaran yang disampaikan dengan jalan yang tidak benar akan sulit untuk membuahkan kebaikan. 

2.      Zuhudnya Umar dan Abu Bakar dalam Masalah Khilafah dan Pentinggnya Menjaga Persatuan.

            Sebgaimana telah dikisahkan di atas mengenai pidato Abu Bakar di Saqîfah Bani Sa’idah, yang kemudian belaiu mengajukan Umar dan Abu Ubaidah. Umar pun menolak dan kemudian dibaiatlah Abu Bakar sebagai khalifah. Di sini kita bisa saksikan kezuhudan Umar dalam masalah ini. Adapun Abu Bakar, beliau setelah dibaiat menajdi khalifah sering kali dalam pidatonya mengatakan bahwa dirinya tidak pernah berharap menjadi seperti itu. Dan ia telah mengjukan Umar dan Abu Ubaidah untuk menjadi khalifah. Beliau juga sering mengisyaratkan keberatannya dalam hal ini. sampai saking seringnya akhirnya beliau diminta untuk tidak lagi menyampaikan hal tersebut.



Sejarah Masa Khalifah Umar Bin Khattab
SEJARAH ISLAM MASA
AMIRUL MUKMININ UMAR BIN KHATTAB

1.        Umar sebelum menjadi Khalifah.
Sebelum Masuk Islam:
·      Menurut Imam al-Dzahabi, Umar bin Khattab lahir pada tahun ke-13 setelah Tahun Gajah.
·      Anak dari Khattab (Banu Adi) seorang yang pemberani, cerdas, & sangat dihormati Quraisy dan Ibunya, Hantamah bint Hisyam ibn al-Mughirah; jadi, adiknya Abu Jahl, dan Umar termasuk misanan Khalid ibn al-Walid dari pihak ibu, yang berasal dai Banu Makhzum.
·      Perekonomiannya menengah-bawah, sejak kecil dia harus membantu ayahnya untuk menggembalakan unta atau kambing, dan mengangkat kayu bakar, dan biasanya menggunakan pakaian yang sangat pendek terbuat dari bahan yang sangat kasar.
·      Sejak kecil dia dididik dengan baca tulis, puisi, berkuda, teknik pedang, dan tidak lupa dia juga disuruh untuk menggembala kambing.
·      Ayahnya mendidiknya dengan keras (tidak ada kompromi untuk suatu kesalahan).
·      Hobinya adalah bergulat, minum khamr, bersama wanita2 (terutama saat bulan Haram) dan menunggang kuda.
·      Dia sebenarnya pedagang, tapi tidak bisa kaya sebab kurang bisa bergaul dengan baik, dan setiap ke Syam dia lebih suka berdiskusi menambah pengetahuan dari pada menfokusi perdagangannya.
·      Dia adalah orang yang sangat membenci Islam sebab Islam telah memecah bangsanya bentuknya dengan menganiaya budak islam, ingin membunuh Muhammad.

Masuk Islam & Perjuangan pada masa Nabi:
·      Menurut Imam al-Dzahabi dan masuk Islam pada usia 27 tahun.
·      Masuk islamnya adalah saat dia mendengarkan kebenaran ayat-ayat Allah (QS. Thaha (20): 1 – 8) dan QS. 69:42-47 à kesadaran ilmiah.
·      Setelah masuk islam dialah yang pemberani dan banyak jasa dalam islam:
~  Terang-terangan masuk islam & Hijrah.
~  Mengikuti perang-perang penting (Badr, Uhud, dll).
~  Berani berbeda dengan Nabi, bahkan sering kali pendapatnya menjadi sebab turunnya ayat c: ayat tentang tawanan perang, ayat tentang Hijab, ayat tentang istri-istri Nabi, dll.

Perjuangan pada masa Khalifah Abu Bakar:
·      Orang yang pertama kali membaiat Abu Bakar (menyelamatkan umat islam dari perpecahan).
·      Menjadi Wazir/ wakil dari Abu Bakar, yang seringkali memberikan sumbangan saran/ pendapat kepada Khalifah Abu Bakr dalam memecahkan masalah.
·      Bahkan sering berbeda pendapat c: pengangkatan Usamah, perang melawan orang yang tidak mau membayar zakat, sikap terhadap Khalid bin Walid, dll à tapi tetap obyektif & bisa mendudukkan dengan baik.

2.        Proses terpilihnya Umar bin Khattab menjadi Khalifah.
·      Pada saat sakit, Abu Bakr sadar bahwa potensi hidupnya tidak lama lagi, dab dia harus segera memilih pemimpin penggantinya, karena dia tidak ingin peristiwa Tsaqifah Banu Saidah terjadi lagi.
·      Kemudian Abu Bakr yang sudah mengantongi calonnya yakni Umar bin Khattab, mengajak diskusi beberapa sahabat penting saat itu.
Abdurrahman ibn ‘Awf      :           “Dialah yang mempunyai pandangan terbaik, tetapi dia terlalu keras.”
Utsman ibn Affan  :           “Isi hatinya lebih baik daripada lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di kalangan kita.”.
Thalhah ibn Ubaidillah       :           “Sudah Anda lihat bagaimana ia menghadapi orang padahal Anda ada di sampingnya. Bagaimana pula kalau sudah Anda tinggalkan?”

Juga dengan Sa’id ibn Zaid ibn Amr, Usaid ibn Hudzair, dan beberapa pemuka Muhajirun dan Anshar.
Keluhan Abu Bakar:           “Saya menyerahkan persoalan ini kepada orang yang terbaik dalam hatiku. Tetapi, kalian merasa kesal, karenanya menginginkan yang lain… Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan.”
Sejumlah orang mendukung pilihannya.
·      Tampaknya, para Sahabat pun belum dapat sama sekali menanggalkan persepsi mereka masing-masing terhadap Umar bin Khattab, yang pada intinya mereka agak keberatan dengan sikap umar yang terlalu keras.
·      Akhir cerita: Abu Bakar berwasiat agar Umar bin Khattab menjadi penggantinya.
·      Reaksi muncul, tetapi agaknya Anshar ada di belakang Umar, Quraisy lain mungkin “tak berani” mengajukan klaim-klaim hak mereka.

3.        Pidato politik Umar bin Khattab dan pembaiatan umat islam kepadanya.
·      Umar menangkap adanya keberatan dari sahabat Nabi terhadap sikapnya yang keras, oleh karena itu, dalam pidato politiknya Umar berusaha meyakinkan kepada umat islam akan kepemimpinannya, dan ternyata dengan komunikasi yang baik, Umar berhasil meyakinkan umat islam saat itu yang kemudian mendukungnya.

PIDATO AWAL AMIRUL MUKMININ

"Saya mendapat kesan, orang merasa takut karena sikap saya yang
keras. Kata mereka Umar bersikap demikian keras kepada kami, sementara
Rasulullah masih berada di tengah-tengah kita, juga bersikap
keras demikian sewaktu Abu Bakr menggantikannya. Apalagi sekarang,
kalau kekuasaan sudah di tangannya. Benarlah orang yang berkata
begitu.
"... Ketika itu saya bersama Rasulullah, ketika itu saya budak dan
pelayannya. Tak ada orang yang mampu bersikap seperti Rasulullah,
begitu ramah, seperti difirmankan Allah: Sekarang sudah datang
kepadamu seorang rasul dari golonganmu sendiri: terasa pedih hatinya
bahwa kamu dalam penderitaan, sangat prihatin ia terhadap kamu,
penuh kasih sayang kepada orang-orang beriman. (Qur'an, 9:128) Di
hadapannya ketika itu saya adalah pedang terhunus, sebelum disarungkan
atau kalau dibiarkan saya akan terus maju. Saya masih bersama
Rasulullah sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan hati lega terhadap
saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia dengan Rasulullah.
"Setelah itu datang Abu Bakr memimpin Muslimin. Juga sudah
tidak asing lagi bagi Saudara-saudara, sikapnya yang tenang, dermawan
dan lemah lembut. Ketika itu juga saya pelayan dan pembantunya. Saya
gabungkan sikap keras saya dengan kelembutannya. Juga saya adalah
pedang terhunus, sebelum disarungkan atau kalau dibiarkan saya akan terus
maju. Saya masih bersama dia sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan
hati lega terhadap saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia
dengan Abu Bakr.
"Kemudian sayalah, saya yang akan mengurus kalian. Ketahuilah
Saudara-saudara, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair. Sikap
itu hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum
Muslimin. Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh
pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua.
Saya tidak akan membiarkan orang berbuat zalim kepada orang lain
atau melanggar hak orang lain. Pipi orang itu akan saya letakkan di
tanah dan pipinya yang sebelah lagi akan saya injak dengan kakiku
sampai ia mau kembali kepada kebenaran. Sebaliknya, sikap saya yang
keras, bagi orang yang bersih dan mau hidup sederhana, pipi saya ini
akan saya letakkan di tanah.
"Dalam beberapa hal, Saudara-saudara berhak menegur saya.
Bawalah saya ke sana; yang perlu Saudara-saudara perhatikan, ialah:
"Saudara-saudara berhak menegur saya agar tidak memungut pajak
atas kalian atau apa pun yang diberikan Allah kepada Saudara-saudara,
kecuali demi Allah; Saudara-saudara berhak menegur saya, jika ada
sesuatu yang di tangan saya agar tidak keluar yang tak pada tempatnya;
Saudara-saudara berhak menuntut saya agar saya menambah penerimaan
atau penghasilan Saudara-saudara, insya Allah, dan menutup segala
kekurangan; Saudara-saudara berhak menuntut saya agar Saudarasaudara
tidak terjebak ke dalam bencana, dan pasukan kita tidak terperangkap ke tangan musuh; kalau Saudara-saudara berada jauh dalam
suatu ekspedisi, sayalah yang akan menanggung keluarga yang menjadi
tanggungan Saudara-saudara.
"Bertakwalah kepada Allah, bantulah saya mengenai tugas Saudara-saudara,
dan bantulah saya dalam tugas saya menjalankan amar ma 'ruf
nahi munkar, dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat Saudara-saudara
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan Allah kepada saya
demi kepentingan Saudara-saudara sekalian. Demikianlah apa yang
sudah saya sampaikan, semoga Allah mengampuni kita semua."

4.        Gambaran umum ekspansi islam di era Umar bin Khattab[1]:
634 M:
·      Kekuatan Bizantium dikalahkan di Syiria Selatan.
635 M:
·      Damaskus direbut, dan disusul oleh beberapa kota Syiria yang lainnya.
636 M:
·      Perang Yarmuk, dekat sungai Yordan, menghancurkan sebuah pasukan militer Bizantium yang kuat yang dipimpin oleh saudara Kaisar, yang terbunuh; setelah itu Syiria terbuka; Damaskus direbut kembali.
637 M:
·      Perang Qâdisiyyah, dekat Hirah, menghancurkan tentara Sâsâni yang kuat yang dikomando oleh jenderal utama Rustam yang terbunuh; Irak sebelah barat Tigris terbuka; ibukota Sâsâni, Ctesiphon (Mada’in), Yerusalem direbut; Bashrah dan Kufah didirikan sebagai kota-kota garnisun.
640 M:
·      Caesarea (pelabuhan dekat Palestina) akhirnya direbut, tidak ada kekuatan Bizantium apapun yang tersisa di Syria, Mesir diserbu (berakhir tahun 639) Khûzistân direbut.
641 M:
·      Mosul direbut; tidak ada kekuasaan Sâsâni apapun yang tersisa di sebelah barat pegunungan Zagrosi; perang Nihavand di Zagros membuka (menaklukkan) daerah tersebut dengan menghancurkan tentara Sâsâni yang tersisa; Babilon di Mesir (Fusthâth/Kairo lama) direbut.
642 M:
·      Iskandariah direbut; Barqah (Tripolitania) disergap (642-643); penyergapan-penyergapan ke arah pantai Makran, Iran tenggara.

5.        Kebijakan-kebijakan politik dan pengaturan pemerintahan Umar bin Khattab.
·      Mengatur seluruh strategi perluasan islam bahkan pada beberapa hal sampai dengan strategi teknis.
·      Menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, menindak orang-orang yang dholim dengann tegas (dicopot jabatannya, dll).
·      Membentuk Hakim (Qadhi) di kota besar (Madinah, Syam, Mesir, dan Persia).
·      Membentuk lembaga keuangan dan melakukan sensus penduduk.
·      Mengendalikan seluruh sistem pemerintahan dengan ketat (supervise/ pengendalian ketat).
·      Menekankan keimanan, tanggung jawab sosial diatas pribadi hidup sederhana, keteladanan kepada seluruh wakil-wakilnya didaerah.
·      Umar melarang memberi zakat pada muallaf.
·      Dimulai penanggalan Hijriyah berdasarkan Hijrahnya Umat Islam, sebagai upaya penguatan identitas muslim.
·      Talak tiga sekali ucapan
·      Pembagian harta ghonimah yang tersentral & membentuk departemen keuangan.
·      Melakukan sensus penduduk.
·      Penghapusan nikah mut’ah
·      Melarang mengumpulkan hadits, kemudian membiarkannya.

6.        Selain kebijakan-kebijakan yang progressif, umar juga mengendalikan islam saat itu dengan pola kepemimpinan sosial yang baik, yakni:
·      Pola hidup Umar yang sederhana, dan sangat mengutamakan kesejahteraan umatnya khususnya orang fakir miskin daripada keluarganya sendiri.
·      Kasus saudara Umar yang minta bagian maal lebih banyak, yang ditolak, karena lebih mendahulukan muslim yang mempunyai jasa terhada islam terlebih dahulu, berdasarkan masuknya, dan kualitas jasanya.
·      Kasus anaknya Amr bin Ash yang menganiaya orang miskin yang kemudian dihukum dengan keras.
·      Kasus seorang Yahudi yang mengadu ke Umar karena rumahnya digusur oleh Amr di Mesir, yang kemudian Amr diperingatkan oleh Umar dengan tulang yang digaris dengan pedangnya.
·      Kasus pembantu yang mencuri malah dibela, malah juragannya yang dihukum sebab tidak melaksanakan haknya.
·      Kasus anaknya Umar bin Khattab yang minum Khamr kemudia dihukum 2 kali lipat oleh umar langsung kemudian sakit & meninggal.
·      Saat perjalanan menuju ke Palestina gantian dengan pembantunya serta sikap Umar melihat sambutan mewahnya Muawiyah
·      Kasus saat paceklik Umar hidup prihatin sama seperti rakyatnya, dan senantiasa mengontrol keadaan umatnya, bahkan pada suatu malam ada seorang ibu yang memasak batu untuk menenangkan anaknya karena tidak punya makanan, ketika Umar tahu hal itu, maka dia langsung turun tangan menyelesaikannya saat itu juga. Karena takut akan pertanggung jawaban nantinya diakherat.
·      Sangat takut akan pertanggung jawaban sebagai pemimpin di akherat, sehingga dia benar-benar totalitas untuk membantu umatnya.

7.        Terbunuhnya Umar bin Khattab.
·      Umar meninggal pada tahun 644 pada usia sekitar 52 (ada yang mengatakan 54 dan 60) tahun, akibat luka-luka yang ditikamkan oleh Abu Lulu’ah, budak dari Persia milik Mughirah ibn Syu’bah yang tidak puas atas keputusan Umar menyangkut nasibnya.
·      Sebelum meninggal Umar bin Khattab mnemilih 6 orang dewan Syuro’ untuk memilih penggantinya, dan mereka dilarang memilih anaknya Umar sendiri Abdullah bin Umar (lihat proses pemilihan Utsman).



Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam.  Pengangkatan Utsman tidak seperti pengangkatan khalifah sebelumnya,Ustman diangkat menjadi khalifah setelah diadakan musyawarah oleh para sahabat yang ditunjuk oleh Umar melalui surat wasiatnya.  Hal tersebut dilakukan setelah Uhtmar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi tholib.

Nama panggilannya Abu Abdullah dan gelarnya Dzunnurrain (yang punya dua cahaya). Sebab digelari Dzunnuraian karena Rasulullah menikahkan dua putrinya untuk Utsman; Roqqoyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah berkata; “Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu.” Dari pernikahannya dengan Roqoyyah lahirlah anak laki-laki. Tapi tidak sampai besar anaknya meninggal ketika berumur 6 tahun pada tahun 4 Hijriah.

Utsman juga dikenal sebagai pedagang yang hebat dan kekayaannya yang banyak.  Namun demikian, kekayaannya itu tidak membuatnya sombong.  Utsman sangat dikenal dengan kedermawanannya.  Banyak materi yang disumbangkannya untuk perjuangan Islam.
Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar, yaitu sesudah Islamnya Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haristah. Beliau adalah salah satusahabat besar dan utama Nabi Muhammad SAW, serta termasuk pula golongan as-Sabiqun al-Awwalin, yaitu orang-orang yang terdahulu Islam dan beriman.
Menikahi 8 wanita, empat diantaranya meninggal yaitu Fakhosyah, Ummul Banin, Ramlah dan Nailah. Dari perkawinannya lahirlah 9 anak laki-laki; Abdullah al-Akbar, Abdullah al-Ashgar, Amru, Umar, Kholid, al-Walid, Sa’id dan Abdul Muluk. Dan 8 anak perempuan.

 
Di masa pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga membangun mahkamah peradilan. Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya peradilan dilakukan di mesjid. Utsman juga melakukan penyeragaman bacaan Al Qur’an juga perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi. 

Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah Saw, Beliau memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan Al Qur’an menurut lahjah (dialek) masing-masing. Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi .Akhirnya sahabat Huzaifah bin  Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan bacaan. Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.

Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah







Perjuangan Ali Bin Abi thalib bersama Rasulullah SAAW
Secara positif, landasan dakwah Nabi saw. adalah mengajak umat manusia kepada perdamaian dan membebaskan mereka dari setiap ancaman kehancuran dan kerugian perang. Ia memulai dakwah dari kota Mekah, kota sentral kekuatan jahiliah yang dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy. Dasar gerakan dan pemikiran mereka adalah kebodohan, kecongkakan, dan egoisme. Mereka adalah kaum yang keras kepala, sombong, dan bersikeras untuk mengadakan perlawanan terhadap Rasulullah saw. Di samping itu, mereka melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang beriman kepada missi Nabi saw. Kondisi ini menyebabkan mereka harus berhijrah ke Habasyah demi menyelamatkan diri mereka dari kekerasan dan tekanan kaum kafir Quraisy.
Pada saat itu, Rasulullah saw. dilindungi oleh Singa Padang Pasir, Abu Thalib, dan putranya, Imam Ali as. Setelah Sang Singa ini kembali ke haribaan Ilahi untuk selamanya, ia tidak memiliki lagi pendukung untuk berlindung diri. Kesempatan tersebut digunakan oleh kaum kafir Quraisy untuk bersekongkol membunuhnya. Mengetahui rencana dan makar jahat ini, ia segera berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Di Madinahnya memperoleh sambutan yang hangat dan perlindungan dari penduduknya. Mengetahui peristiwa ini, kaum kafir Quraisy bertambah berang dan marah seperti orang kebakaran jenggot. Mereka sepakat untuk menyulut api peperangan dengan penduduk Yatsrib dan berupaya mengerahkan seluruh sarana dan kekuatan ekonomi untuk menyerang dan melumpuhkan mereka.
Ali as. senantiasa siap siaga di samping Rasulullah saw. untuk melindunginya dan melakukan serangan balik dalam seluruh peperangan yang disulut oleh kaum kafir Quraisy itu. Rasulullah saw. menjadikan Ali as. sebagai komandan perang yang bertugas di garis depan.
Sebagian peperangan yang pernah diikuti Imam Ali as. adalah berikut ini:
1. Perang Badr
Dalam sejarah, peristiwa Badr telah mencatat kemenangan yang gemilang bagi Islam dan muslimin. Perang ini adalah pukulan yang telak bagi musyrikin. Dalam perang ini, Allah swt. telah memuliakan hamba dan Rasul-Nya, Muhammad saw., menghinakan dan menaklukan para musuhnya. Pahlawan ksatria pada perang ini adalah Imam Amirul mukminin Ali as. Pedang Ali menghantarkan mereka ke ambang kematian. Kepala musyrikin dan para penentang Tuhan tertebas habis oleh pedang tersebut. Ketangkasan dan kegigihan Ali dalam perang tidak diragukan lagi sehingga Jibril turun dan menyampaikan pujian untuknya dengan ungkapan: “Tidak ada pedang selain Dzul Fiqâr dan tidak ada pemuda selain Ali.”
Kami telah menjelaskan perang Badr ini dan peran positif Imam Ali as. secara rinci pada Mawsû’ah Al-Imam Amirul Mukminin Ali as., jilid ke-2.
2. Perang Uhud
Dengan penuh duka yang mendalam, kaum kafir Quraisy menerima informasi kekalahan pasukannya dan kerugian yang berlipat ganda di front pertempuran Badar. Hindun, ibu Mu’âwiyah, termasuk salah seorang yang begitu merasa terpukul dan berduka dengan kekalahan itu. Ia melarang orang-orang Quraisy, baik kaum laki-laki maupun kaum wanita, untuk menangisi para perajurit yang terbunuh di medan Badar. Duka dan kesedihan itu tidak akan pernah padam di dalam lubuk hati mereka sebelum mereka dapat melakukan balas dendam.
Abu Sufyân bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan pada perang Uhud. Dialah yang memberikan semangat kepada masyarakat jahiliah Quraisy untuk memerangi Rasulullah saw. Mereka mengumpulkan harta benda dan dana untuk membeli peralatan dan perbekalan perang. Himbauan Abu Sufyân itu disambut baik oleh masyarakat demi memerangi Rasulullah saw.
Pasukan Abu Sufyân keluar menuju medan Uhud dengan penuh semangat dan hati yang menggelora disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir. Hindun memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh genderang dan mendendangkan syair:
Bangkitlah wahai putra-putra Abdi Dar.
Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar.
Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.
Sementara itu, Hindun sendiri menyanyikan dendang khusus yang ia tujukan kepada pasukan Quraisy dengan suara yang lantang:
Jika kalian maju berperang, kami akan peluk kalian dan gelar permadani.
Jika kalian mundur, kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.
Pasukan kaum musyrikin Quraisy ketika itu berjumlah tiga ribu orang. Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah tujuh ratus orang.
Seorang prajurit musyrikin yang bernama Thalhah bin Abi Thalhah maju ke depan dengan bendera komando di tangannya. Ia mengangkat suranya tinggi-tinggi: “Hai para sahabat Muhammad, apakah kalian yakin bahwa Allah akan mempercepat kami pergi ke neraka dengan pedang-pedang kalian, dan mempercepat kalian menuju ke surga dengan pedang-pedang kami? Siapakah yang berani duel denganku?”
Pejuang Islam, Imam Ali as., segera menimpali dan menyerangnya. Dengan sabetan pedangnya, lelaki itu jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Ali as. membiarkannya jatuh dan tidak meneruskan perlawanannya. Tidak lama kemudian, darahnya tumpah dan ia binasa. Kaum muslimin menyambut kemenangan Ali as. itu dengan penuh gembira, sementara kaum musyrikin menjadi hina dan nyali mereka surut. Bendera komando pasukan musyrikin Quraisy diambil alih oleh yang lain. Imam Ali as. menyambut dan melakukan serangan kepada beberapa orang Quraisy seraya menebas kepala-kepala mereka dengan pedangnya yang tajam. Hindun selalu membangkitkan semangat jiwa prajurit kaum musyrikin dan mendorong mereka agar menyerang kaum muslimin. Setiap kali seorang dari mereka gugur, ia menawarkan celak sembari berseloroh: “Kamu
ini hanyalah seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini.”
Sangat disayangkan, dalam peperangan ini kaum muslimin mengalami kekalahan yang pahit dan kerugian yang memalukan. Hampir saja bendera Islam jatuh karena itu. Hal itu terjadi karena kecerobohan sekelompok pasukan Islam yang berani menyalahi pesan Rasulullah saw. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan sekelompok pemanah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair agar tetap diam di atas bubkit demi menjaga kaum muslimin dari arah belakang. Ia sangat menekankan agar mereka tidak bergeser sedikitpun dari tempat tersebut. Ketika pertempuran sedang terjadi, para pemanah itu berhasil membidikkan panah-panah mereka ke arah pasukan kafir Quraisy dan banyak membunuh mereka.
Pasukan Quraisy mengalami kekalahan telak dan mereka kabur tunggang-langgang dengan meninggalkan berbagai senjata dan barang-barang berharga. Kaum muslimin mulai mengumpulkan harta rampasan perang. Melihat harta kekayaan yang melimpah itu, sebagian besar pasukan pemanah meninggalkan pos mereka untuk turut serta berebut harta rampasan perang. Mereka telah lupa akan pesan Nabi saw. untuk tetap tinggal di pos tersebut. Khalid bin Walid, pimpinan pasukan kafir Quraisy, melihat kondisi para pemanah tersebut dan merasa memiliki kesempatan emas. Ia segera melakukan serangan terhadap para pemanah yang masih tersisa di atas bukit itu sehingga banyak pasukan muslimin yang terbunuh. Setelah itu, Khalid dan pasukannya menyerang para sahabat Nabi saw. dari arah belakang dan berhasil memporak-porandakan dan membunuh prajurit muslimin. Dalam serangan ini, prajurit musyrikin banyak membunuh tokok-tokoh pasukan muslimin.
Pembelaan Ali as. Terhadap Nabi saw.
Kekalahan yang sangat menyakitkan menimpa kaum muslimin. Sebagian pasukan mereka kabur. Hal ini membuat mereka takut dan gentar menghadapi kaum musyrikin. Akhirnya sebagian besar mereka meninggalkan Nabi saw. yang telah dikepung oleh musuh-musuh Islam. Nabi saw. mengalami luka-luka parah dan jatuh terjerembab ke dalam lubang yang dibuat oleh Abu Amir dan sengaja ia sembunyikan agar kaum muslimin jatuh ke dalamnya. Ketika itu, Ali as. berada di samping Rasulullah saw. Ia segera memegang tangan Nabi saw., sementara Thalhah bin Abdullah mengangkatnya sehingga ia dapat berdiri.
Pada saat itu, Nabi saw. menoleh kepada Ali as. seraya bertanya: “Hai Ali, apa yang telah mereka lakukan?” Ali as. menjawab dengan hati yang tersayat: “Ya Rasulallah, mereka menyalahi janji dan kabur tunggang langgang.”
Sekelompok orang Quraisy berusaha melakukan serangan terhadap Nabi saw. sehingga ia terpojok. Ia berkata kepada Ali: “Halaulah mereka, hai Ali.” Ali as. menyerang mereka tanpa menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat orang anak Abu Sufyân bin ‘Auf dan enam orang dari kelompok penyerang tersebut. Setelah berusaha dengan susah payah, akhirnya Imam Ali as. berhasil menghalau dan mempermalukan mereka.
Kemudian datang lagi kelompok yang lain untuk menyerang Nabi saw. Di antara mereka terlihat Hisyâm bin Umayyah. Ali as. pun berhasil membunuhnya, dan mereka yang masih tersisa kabur. Setelah itu, kelompok ketiga datang menyerang Rasulullah saw. Di tengah-tengah mereka terlihat Busyr bin Mâlik. Ali as. juga berhasil membunuhnya, dan sisa kelompok itu pun kabur dengan kekalahan yang memalukan.
Melihat keberanian dan ketangkasan Ali as., Jibril memohon izin kepada Allah untuk turun. Ia berkata kepada Nabi saw.: “Perlawanannya sungguh membuat kagum para malaikat.” Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Kenapa tidak, karena Ali dariku dan aku darinya.” Jibril menimpali: “Dan aku dari kalian berdua.”
Dengan penuh keperkasaan dan ketangkasan, Ali as. senantiasa teguh membela Nabi saw. Selama pembelaan ini, ia tertebas pedang sebanyak enam belas tebasan. Setiap tebasan tersebut telah berhasil membuat Ali as. jatuh tersungkur ke atas tanah. Tetapi tak seorang pun yang membangunkannya selain Jibril.
Seluruh musibah dan bencana gala yang dialami oleh pejuang Islam dan penghulu orang-orang yang bertakwa ini hanyalah demi membela Islam semata.
Dalam perang Uhud ini, pejuang Islam abadi yang bernama Hamzah, paman Nabi saw. meneguk cawan syahadah. Ketika mengetahui kesyahidannya, Hindun sangat gembira dan berusaha mencari jenazahnya. Tatkala berhasil menemukan jenazahnya, bagaikan anjing hutan ia merobek perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya, kemudian mengunyahnya dan memuntahkannya kembali. Ia juga mengiris hidung dan kedua telinga Hamzah, dan kedua anggota tubuh mulia itu ia jadikan kalung. Hal itu menggambarkan betapa kedengkian dan kebuasan Hindun yang sangat mendalam serta fanatismenya yang sangat tinggi.
SuAmînya, Abu Sufyân, juga tidak mau ketinggalan. Ia bergegas menuju jenazah Hamzah dan berbicara kepadanya dengan penuh caci maki dan kedengkian seraya berkata: “Hai Abu Amârah, masa telah berganti. Kini telah tiba saatnya, dan dendam nafsuku menjadi reda.” Kemudian Abu Sufyân mengangkat tombaknya dan menancapkannya ke badan Hamzah yang sudah tak bernyawa lagi itu sembari berkata: “Rasakanlah, rasakanlah!” … Setelah berbuat demikian, ia berpaling dengan hati gembira dan suka ria. Hatinya yang penuh dengan kemusyrikan, kedengkian, dan sifat-sifat buruk itu merasa puas dengan terbunuhnya Hamzah.
Setelah peperangan usai, Nabi saw. menghampiri jenazah pamannya, Hamzah, yang telah dirobek-robek perutnya oleh Hindun. Dengan hati yang sangat sedih dan pilu, ia memandang jasad pamannya itu seraya berkata: “Hai Hamzah, aku belum pernah ditimpa musibah seperti musibah yang kualami lantaran kepergianmu ini. Aku tidak pernah merasa murka sebagaimana kemurkaanku atas tragedi ini. Sekiranya Shafiyyah tidak berduka dan setelah wafatku nanti tidak dijadikan tradisi, niscaya sudah aku tinggalkan tubuhmu sehingga menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung-burung ganas. Jika sekiranya Allah memenangkanku atas orang-orang kafir Quraisy dalam sebuah peperangan nanti, maka aku akan mencacah-cacah tiga puluh orang dari mereka.”
Muslimin yang lain pun bangkit menuju jasad Hamzah. Mereka berkata: “Jika kami dapat mengalahkan orang-orang kafir itu pada suatu hari nanti, pasti kami akan mencacah-cacah badan mereka dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang Arab pun.”
Melihat hal ini, Jibril turun menyampaikan ayat yang berbunyi: “Jika engkau menyiksa mereka, maka siksalah sesuai dengan apa yang mereka lakukan terhadapmu. Tetapi jika kamu bersabar, maka hal itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah, kesabaranmu tiada lain kecuali hanya karena Allah. Janganlah bersedih atas mereka dan janganlah merasa sempit hati terhadap tipu daya mereka.” (QS. An-Nahl [16]:129-127)
Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan juga melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh musuh. Ia bersabda: “Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun tubuh anjing galak.”
Satu-satunya peperangan yang membawa kekalahan telah bagi kaum muslimin adalah perang Uhud. Ibn Ishâq berkata: “Sesungguhnya Uhud merupakan hari duka, bencana, ujian berat. Allah menguji orang yang beriman dengannya dan menampakkan orang munafik yang melahirkan keimanan pada lisannya, sementara ia menyimpan kekufuran dalam hatinya. Lebih dari itu, Uhud adalah hari kehormatan bagi orang-orang yang dimuliakan dengan mati syahid.”
Seusai peperangan, Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas peperangan Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.
Demikianlah perang Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami jelaskan dalam buku kami, Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.
3. Perang Khandak
Nama lain perang Khandak adalah perang Ahzab. Hal itu lantaran beberapa kelompok kaum musyrikin bergabung membentuk satu kekuatan tunggal untuk menyerang pasukan Rasulullah saw. Pada peristiwa perang ini, kaum muslimin betul-betul merasa khawatir dan diliputi rasa takut yang dahsyat. Faktor utamanya adalah karena pasukan musyrikin yang sangat kuat dan orang-orang Yahudi juga turut bergabung dengan mereka. Seluruh pasukan mereka berjumlah sepuluh ribu prajurit. Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah tiga ribu prajurit saja.
Ketika melukiskan sejauh mana rasa takut yang dialami oleh kaum muslimin dalam peperangan ini, Al-Qur’an berfirman: “Ketika mereka mendatangimu dari bagian atas dan bagian bawah kalian dan ketika mata-matamu terbelalak dan rasa takutmu sampai menembus hati.” (QS. Al-Ahzâb [33]:10)
Pada perang ini, Allah telah memberikan kemenangan bagi Islam melalui tangan Ali bin Abi Thalib as. Dialah orang yang telah berhasil menghancurkan dan memporak-porandakan barisan kaum musyrikin.
Menggali Parit
Ketika Nabi saw. mengetahui pasukan Quraisy dan Bani Ghathafân ingin melakukan serangan terhadap muslimin, ia saw. mengumpulkan para sahabat dan memberitahukan kepada mereka rencana musuh tersebut. Ia saw. meminta pendapat mereka masing-masing demi menghalau musuh Islam itu. Salman Al-Fârisî, salah seorang sahabat terkemuka, mengusulkan untuk menggali parit di sekitar kota Madinah.
Nabi saw. menyetujui pandangannya itu dan memerintahkan para sahabat untuk menggali parit. Ide tersebut merupakan taktik perang yang jitu untuk menyelamatkan pasukan muslimin dari serangan musuh Islam. Melihat parit digali di sekitar kota itu, pasukan musuh bingung dan tidak memiliki jalan lain untuk melancarkan serangan terhadap muslimin. Dengan terpaksa, mereka hanya dapat menggunakan anak panah. Kaum muslimin pun menjawab serangan mereka dengan serangan yang sama. Saling-melempar anak panah pun terjadi antara kedua pasukan tersebut tanpa terjadi perangan terbuka di antara mereka.
Imam Ali as. Bertanding dengan ‘Amr
Orang-orang kafir Quraisy merasa jengkel dengan kondisi perang semacam ini. Karena hal itu tidak memberi kemenangan kepada mereka. Mereka berusaha mencari ukuran lebar parit yang agak sempit agar kuda-kuda mereka dapat melompati dan menyeberangi parit. Di tengah-tengah mereka terlihat ‘Amr bin Abdi Wud. Dia adalah ksatria Quraisy dan penunggang kuda Kinânah yang tangguh pada masa jahiliah.
‘Amr menggenggam pedang. Ia laksana benteng kokoh. Ia menaiki kudanya dengan penuh bangga dan congkak. Dengan segenap kekuatan ia dapat melompati parit. Kaum muslimin yang menyaksikan hal itu merasa ciut, kerdil, dan gemetar. ‘Amr maju menghadap mereka dengan perlahan tapi pasti. Dengan suara yang lantang dan penuh penghinaan ia berkata: Hai perajurit Muhammad, adakah yang berani melawanku?”
Hati kaum muslimin bak tercabut dari tempatnya. Mereka diliputi rasa takut. Untuk kedua kalinya ‘Amr angkat suara: “Adakah yang berani melawanku?”
Tak seorang pun berani menjawab. Tetapi pejuang Islam, Imam Amirul Mukminin as. menjawab: “Aku yang melawannya, ya Rasulullah.”
Rasulullah saw. merasa khawatir atas keselamatan putra pamannya itu. Ia berkata: “Ketahuilah, dia adalah ‘Amr!”
Imam Ali as. menaati perintah Rasulullah saw. dan segera duduk kembali. Kembali ‘Amr mengejek kaum muslimin dan berkata: “Hai para sahabat Muhammad, mana surga yang kalian duga akan memasukinya jika kalian terbunuh? Siapakah di antara kalian yang menginginkannya?”
Pasukan muslimin membisu seribu bahasa. Imam Ali as. tetap memaksa Nabi saw. agar memberi izin untuk melawannya. Tak ada lagi alasan bagi Nabi untuk menolak desakan Ali as. Nabi saw. menetapkan sebuah predikat bagi Ali as. sebagai tanda keagungan dan kehormatan. Ia saw. bersabda: “Seluruh iman telah keluar untuk menentang seluruh kekufuran.”
Sungguh betapa predikat kehormatan yang kekal abadi dan bersinar bak matahari. Rasulullah saw. telah memberikan predikat “seluruh imam dan Islam” bagi Abul Husain dan predikat “seluruh kekufuran” bagi ‘Amr.
Setelah itu Nabi saw. mengangkat kedua tangan seraya memanjatkan doa dan harapan kepada Allah swt. agar menjaga putra pamannya itu. Ia saw. berkata: “Ya Allah, Engkau telah mengambil Hamzah dariku di perang Uhud dan mengambil ‘Ubaidah di perang Badar. Maka jagalah Ali pada hari ini. Wahai tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku sendirian. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pewaris.”
Ali as. maju menyerang dengan penuh semangat. Ia tidak merasa takut dan gentar sedikitpun terhadap ‘Amr bin Abdi Wud. Ia bangkit dengan tekad yang kokoh membaja bak ksatria yang tak ada bandingannya. ‘Amr terkejut dengan pemuda yang berani maju untuk melawan dan tak gentar.
‘Amr bertanya: “Siapa kamu?”
Imam Ali menjawab dengan meremehkannya: “Aku adalah Ali bin Abi Thalib.”
‘Amr menampakkan rasa kasihan kepadanya seraya berkata: “Dahulu, ayahmu adalah teman baikku.”
Imam Ali as. tidak bergeming sedikit pun dengan celotehan ‘Amr itu. Ia malah menjawab: “Hai ‘Amr, engkau telah berjanji kepada kaummu bahwa tidak seorang pun dari Quraisy yang mengajakmu kepada tiga karakter melainkan engkau pasti menerimanya?”
‘Amr menjawab: “Ya, itulah janjiku.”
Ali as. berkata: “Aku mengajakmu kepada Islam.”
‘Amr tertawa seraya berkata kepada Imam Ali sembari menghina: “Jadi, aku harus meninggalkan agama nenek moyangku? Jangan usik masalah ini!”
Ali as. berkata: “Aku akan menahan tanganku untuk membunuhmu, dan engkau bebas kembali.”
Mendengar ucapan lancang itu, ‘Amr marah dan berkata: “Jika begitu, bangsa Arab pasti membincangkan kepengecutanku.”
Imam Ali as. melontarkan tawaran ketiga yang ‘Amr sendiri telah berjanji untuk menerimanya. Imam Ali berkata: “Kalau begitu, aku mengajakmu duel.”
‘Amr sangat terkejut dengan keberanian pemuda yang telah berani menantang dan menginjak-injak kehormatannya. ‘Amr turun dari kudanya dan dengan cepat melayangkan pedangnya ke arah leher Imam Ali as. Imam menangkis serangannya dengan prisai. Tetapi pedang ‘Amr dapat menembus ke bagian kepala Imam Ali as. dan menciderainya. Muslimin yakin bahwa Imam Ali as. telah menjumpai ajal. Tetapi Allah swt. menolong dan menjaganya. Imam Ali as. kembali menyerang ‘Amr dengan pedang hingga ia roboh. Ksatria Quraisy dan simbol kemusyrikan itu jatuh tersungkur di atas tanah dengan berlumuran darah seperti seekor sapi yang disembelih berlumuran darah.
Imam Ali as. mengucapkan takbir yang diikuti oleh pasukan muslimin. Tulang punggung kemusyrikan telah runtuh dan kekuatannya telah lumpuh. Sementara Islam telah menggapai kemenangan yang gemilang melalui kegagahan Imam Al-Muttaqîn as. Sekali lagi Nabi saw. menghadiahkan predikat agung kepada Imam Ali as. di sepanjang sejarah. Ia bersabda: “Sesungguhnya pertempuran Ali bin Abi Thalib atas ‘Amr bin Abdi Wud pada perang Khandak adalah lebih utama daripada amal umatku hingga Hari Kiamat.”
Salah seorang sahabat Nabi saw. yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman berkata: “Seandainya keutamaan Ali as. dengan membunuh ‘Amr pada perang Khandak itu dibagi-bagikan kepada seluruh kaum muslimin, niscaya keutamaan itu akan mencukupi mereka.”
Kemudian turun ayat kepada Rasulullah saw.:.”.. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan (dengan memberikan kemenangan kepada mereka) ….” (QS. Al-Ahzâb [33]:25)
Tentang tafsir ayat ini Ibn Abbâs berkata: “Sesungguhnya Allah mencukupkan kaum mukminin dengan pertempuran Ali as.”
Di samping itu, Imam Ali as. juga berhasil membunuh seorang prajurit Quraisy lainnya yang bernama Naufal bin Abdullah. Dengan demikian, Quraisy mengalami kekalahan yang telak. Ketika itu Rasulullah saw. bersabda: “Kini kita telah mengalahkan mereka, dan mereka tidak akan mampu mengalahkan kita.”
Akhirnya, pasukan kafir Quraisy mengalami kerugian dan kegagalan yang fatal. Sebaliknya, muslimin tidak mengalami kekalahan sedikit pun dalam peperangan ini.
4. Penaklukan Benteng Khaibar
Setelah Allah swt. memuliakan Nabi-Nya dan menghinakan kaum kafir Quraisy, ia berpikir bahwa program kaum muslimin tidak akan berjalan lancar, negara Islam tidak akan damai, dan slogan muslimin tidak akan terangkat tinggi di muka bumi ini selama kekuatan Yahudi sebagai musuh bebuyutan Islam dari sejak dulu hingga saat itu masih bercokol. Pusat kekuatan dan eksistensi mereka terletak di benteng Khaibar. Benteng ini adalah pusat produksi senjata modern pada masa itu. Di antara senjata yang mereka produksi adalah manjanik yang mampu menembakkan peluru-peluru api. Ketika itu Yahudi adalah sebuah kekuatan yang siap membantu setiap golongan yang ingin memerangi Islam dengan berbagai senjata dari pedang, panah, hingga prisai.
Nabi saw. memerintah pasukan muslimin agar melakukan serangan terhadap benteng Khaibar. Ia menyerahkan komando pasukan kepada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar tiba di benteng Khaibar dengan pasukannya, orang-orang Yahudi melemparinya dengan manjanik sehingga Abu Bakar merasa kalah dan kembali dengan ketakutan dan gemetar. Pada hari kedua, Rasulullah saw. menyerahkan komando pasukan kepada Umar bin Khattab. Ternyata Umar tidak berbeda dengan sahabatnya itu. Ia kembali dengan membawa kegagalan. Selama benteng Khaibar tetap tegar dan tertutup rapat, tak seorang pun yang akan berhasil menguasai benteng tersebut.
Setelah muslimin tidak mampu menumbangkan benteng Khaibar dan kepemimpinan Abu Bakar dan Umar dianggap gagal, Nabi saw. mengumumkan bahwa ia akan mengangkat seorang komandan perang yang Allah swt. akan memberikan kemenangan di tangannya. Ia bersabda: “Besok aku akan berikan bendera komando perang kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya juga mencintainya. Dia tidak akan mundur sampai Allah memberikan kemenangan kepadanya.”
Mendengar maklumat tersebut, muslimin tidak sabar lagi ingin mengetahui siapakah komandan pasukan yang Allah akan menganugerahkan kemenangan kepadanya itu. Mereka tidak menduga bahwa ia adalah Imam Ali as. Karena pada saat itu ia sedang menderita sakit mata. Ketika sinar matahari pagi mulai menyingsing, Nabi saw. memanggil Ali as. Ketika itu kedua matanya dibalut dengan kain. Setelah berada di hadapan Nabi saw., ia melepaskan kain pembalut itu dari kedua mata Ali as. Lalu Nabi saw. memoleskan ludahnya kepada kedua matanya. Seketika itu juga sakit mata Ali as. sembuh.
Rasulullah saw. berkata: “Hai Ali, ambillah bendera ini sehingga Allah memberikan kemenangan kepadamu!”
Pejuang Islam itu menerima bendera komando tersebut dari Nabi saw. dengan tekad yang kuat membaja dan gagah perkasa. Imam Ali as. bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah aku perangi mereka sampai mereka memeluk Islam?”
Nabi saw. menjawab: “Laksanakanlah tugas ini sampai engkau dapat menundukkan mereka. Lalu ajaklah mereka kepada Islam. Beritahukan kepada kewajiban-kewajiban mereka. Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang saja dari mereka melalui tanganmu, niscaya hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta merah.”
Sang panglima perang, Ali as., segera melakukan serangan dengan gagah berani. Tak sebersit pun rasa takut dan gentar tergores di dalam hatinya. Ia mengangkat bendera komando itu tinggi-tinggi menuju benteng Khaibar. Ia berhasil mencabut pintu benteng Khaibar dan menjadikannya sebagai prisai untuk menangkal serangan orang-orang Yahudi. Pasukan Yahudi pun merasa gentar ketakutan dan pucat pasi. Gerangan ksatria apakah ini?! Ia mampu mencopot pintu benteng Khaibar dan menjadikannya sebagai perisai! Padahal pintu itu tidak dapat dicopot kecuali oleh empat puluh orang kuat. Bagaimana mungkin pintu itu dapat dicopot oleh satu orang saja?! Sungguh hal itu merupakan keajaiban yang sangat menakjubkan.
Imam Ali as. Melawan Marhab
Marhab adalah seorang ksatria Yahudi yang gagah berani. Ia menantang Imam Ali as. untuk bertanding. Marhab maju dengan mengenakan penutup wajah pelindung buatan Yaman dan batu berlobang yang ia letakkan di kepalanya seraya bersyair:
Khaibar tahu aku adalah Marhab.
Penghunus pedang pahlawan tangguh.
Bagai singa kekar menyerang musuh.
Imam Ali as. menyambutnya. Ia mengenakan jubah berwarna merah. Sebagai jawAbân syair Marhab, ia bersyair:
Akulah yang dinamai oleh ibuku Haidar.
Sang pemberani dan singa tak gentar.
Singa penerkam musuh bak halilintar.
Kedua lenganku terbuka lebar kekar.
Kekar dan tangguh bak singa hutan keluar.
‘Kan kutebas setiap batang leher pengingkar.
‘Kan kuperangi mereka untuk yang benar.
‘Kan kuperangi mereka dengan pedangku yang tegar.
Tidak seorang perawi pun yang berbeda pendapat bahwa syair tersebut adalah syair Imam Ali as. Dalam bait-bait syairnya itu, Imam Ali as. menjelaskan kegagahan, kekuatan, ketangkasan, keberanian, dan ketegarannya dalam menghadapi orang-orng kafir dan para pembangkang.
Imam Ali as. maju menghadapi Marhab dengan keberaniannya yang luar biasa. Dengan cepatnya menyabetkan pedangnya ke arah kepala Marhab hingga menembus penutup kepalanya. Marhab pun terhuyung jatuh ke atas tanah dengan darah yang bersimbah. Kemudian ia menyeret mayat Marhab dan membiarkannya terkapar menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung-burung pemakan bangkai. Dengan itu, Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang gemilang bagi Islam. Benteng Khaibar telah ditaklukkan dan Allah telah menghinakan kaum Yahudi. Peperangan berakhir dan Imam Ali as. memberikan pelajaran keberanian yang senantiasa dikenang di sepanjang sejarah.
5. Penaklukan Kota Mekah
Allah swt. telah menetapkan kemenangan yang nyata atas hamba dan rasul-Nya, Muhammad saw. dan menghinakan kekuatan syirik dan tiran. Kekuatan musuh-musuh Islam telah mengalami kegagalan dan kerugian yang besar. Sementara kekuasaan Islam terbentang di semanjung jazirah Arabia dan bendera tauhid berkibar megah.
Rasulullah saw. melihat bahwa kemenangan yang gemilang bagi Islam tidak akan terealisasi sepenuhnya, kecuali dengan penaklukan kota Mekah sebagai benteng kemusyrikan dan kekufuran kala itu yang senantiasa memeranginya selama masih berada di sana. Nabi saw. meninggalkan kota Mekah dan telah memiliki kekuatan. Ia bergerak menuju kota itu dengan bala tentara yang terlatih sebanyak sepuluh ribu atau lebih prajurit bersenjata lengkap.
Tetapinya menyembunyikan tujuan keberangkatan itu kepada para prajuritnya. Karenanya khawatir jika orang-orang kafir Quraisy tahu, mereka akan mengadakan perlawanan dan terjadi pertumpahan darah di tanah Haram. Oleh karena itu, ia merahasiakan tujuan perjalanan tersebut sehingga kedatangan pasukan muslimin yang secara tiba-tiba tersebut dapat mengejutkan penduduk Mekah.
Pasukan muslimin bergerak dengan cepat dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan sedikitpun hingga mereka memasuki daerah pinggiran kota Mekah, sementara penduduknya tengah lelap dan lalai. Rasulullah saw. segera memerintahkan para sahabat agar mengumpulkan kayu bakar. Seketika itu juga, setumpuk besar kayu bakar telah terkumpul menggunung.
Pada malam gelap gulita itu, Nabi saw. memerintahkan agar para sahabat menyulut kayu bakar-kayu bakar itu, sehingga jilatan-jilatan api terlihat dari dalam kota Mekah. Melihat kejadian itu, Abu Sufyân betul-betul terkejut dan khawatir atas jiwa raganya. Ia berkata kepada Badîl bin Warqâ’ yang tengah berada di sampingnya: “Aku belum pernah melihat sinar api seterang malam ini sama sekali.” Badîl segera menimpali: “Demi Allah, ini adalah kobaran api peperangan.”
Abu Sufyân mencemooh Badîl sembari berkata: “Kobaran api peperangan! Cahaya api dan bala tentaranya tidak mungkin sesedikit ini.”
Rasa takut menyelimuti Abu Sufyân. Abbâs segera mendatanginya. Ia mengetahui kedatangan pasukan Islam untuk menguasai kota Mekah. Ia berkata kepada Abu Sufyân: “Hai Abu Hanzhalah!”
Abu sufyân yang mengenalnya segera berkata: “Apa ini Abul Fadhl?”
“Ya”, jawab Abbâs pendek.
“Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu”, tegas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân. Itu adalah Rasulullah di tengah-tengah khalayak. Esok paginya akan menaklukkan Quraisy.”
Darah Abu Sufyân seketika itu membeku. Ia sangat khawatir terhadap diri dan kaumnya. Dia berkata dengan nada gemetar: “Apa yang harus kita lakukan?”
Abbâs segera memberikan solusi sehingga darahnya terjaga. Ia berkta: “Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, ia pasti akan menebas batang lehermu. Naikilah ke punggung keledai tua ini. Aku akan mendatangi Rasulullah untuk mohon perlindungan untukmu.”
Abbâs membonceng Abu Sufyân yang sedang gemetar ketakutan. Abu Sufyân tidak bisa tidur semalam suntuk. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi atas dirinya karena berat dan banyaknya kejahatan yang telah ia lakukan atas kaum muslimin. Setibanya di hadapan Rasulullah saw., ia berkata kepadanya: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân! Apakah hingga kini belum tiba waktunya untuk kamu mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah?”
Nabi saw. tidak menampakkan dendam atas berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh Abu Sufyân terhadapnya. Ia telah mengulurkan tirai atas kejadian-kejadian tersebut demi menyebarkan ajaran Islam yang tidak menaruh dendam terhadap kejahatan musuh-musuhnya. Abu Sufyân merengek di hadapan Nabi saw. untuk memohon maaf seraya berkata: “Demi ayah dan ibuku, betapa engkau pemaaf, berkepribadian mulia, dan penyambung persaudaraan. Demi Allah, sungguh aku mengira bahwa sekiranya ada tuhan lain selain Allah, pasti ia tidak akan membutuhkanku.”
Nabi saw. menoleh ke arah Abu Sufyân seraya berkata dengan lemah lembut: “Celaka engkau, hai Abu Sufyân! Belumkah tiba waktunya untuk kamu mengenal bahwa aku adalah utusan Allah?”
Ketika itu Abu Sufyân tidak mampu lagi menyembunyikan kemusyrikan dan kekufuran yang sudah terukir dalam relung hatinya. Dia berkata kepada Rasulullah saw.: “Demi ayah dan ibuku, betapa lembutnya engkau dan betapa mulia dan penyambung persaudaraan engkau. Adapun masalah ini, hingga saat ini di dalam hatiku masih terdapat sesuatu.”
Abbâs yang mendengar hal itu segera memberikan peringatan kepadanya bila ia tidak bersaksi atas kenabian dan tidak masuk Islam. Abbâs berkata: “Celakalah engkau. Masuklah Islam! Bersaksilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhamamd adalah Rasulullah sebelum lehermu ditebas!
Lelaki kotor dan keji itu tidak memiliki jalan lain. Ia terpaksa masuk Islam dengan lisannya. Sementara kekufuran dan kemusyrikan masih tetap terpendam di dalam relung hatinya.
Nabi saw. memerintahkan pamannya, Abbâs, agar menahan Abu Sufyân di sebuah lembah yang sempit sehingga prajurit Islam melewatinya dan ia menyaksikan mereka. Hal itu agar Quraisy merasa takut untuk mengadakan perlawanan. Abbâs melaksanakan perintah Nabi saw. Para prajurit Islam melaluinya dengan membawa aneka ragam senjata.
Abu Sufyân bertanya kepada Abbâs: “Siapakah ini?”
“Sulaim”, jawab Abbâs pendek.
“Aku tidak ada urusan dengan Sulaim”, tukas Abu Sufyân.
Tidak lama kemudian sekelompok pasukan berkuda lainnya lewat. Abu Sufyân bertanya lagi: “Siapakah ini?”
“Mazînah”, jawab Abbâs singkat.
“Aku tidak ada urusan dengan Mazînah”, tukas Abu Sufyân.
Kemudian Nabi saw. lewat dengan membawa pasukan berkuda yang berpakain hijau dengan pedang terhunus. Ia dikelilingi para sahabatnya yang pemberani. Melihat itu, Abu Sufyân merasa gentar. Ia bertanya: “Siapakan pasukan berkuda itu?”
“Itu adalah Rasulullah bersama Muhajirin dan Anshar”, jawab Abbâs pendek.
“Sungguh kerajaan kemenakanmu telah hebat”, tukas Abu Sufyân.
Abbâs menimpali: “Hai Abu Sufyân, itulah kenabian.”
Abu Sufyân menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata dengan menghina: “Ya, kalau begitu.”
Lelaki jahiliah ini tidak beriman kepada Islam. Ia hanya mengerti tentang kerajaan dan kekuasaan. Setelah itu Abbâs membebaskannya. Abbâs segera masuk ke dalam kota Mekah dan berteriak dengan keras: “Hai kaum Quraisy, Muhammad telah datang kepada kalian dengan pasukan yang kalian tidak mungkin dapat melawannya. Barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyân, maka ia akan aman.”
Orang-orang Quraisy berkata kepada Abbâs: “Rumahmu tidak dapat menjamin kemanan kami?”
“Barang siapa yang menutup pintunya, maka ia akan aman. Dan barang siapa yang masuk ke dalam masjid, maka ia akan aman”, teriak Abbâs lagi.
Hati kaum Quraisy menjadi tenang. Mereka segera masuk ke dalam rumah mereka dan masjid. Sementara itu, Hindun menentang Abu Sufyân. Hatinya dipenuhi kekecewaan. Ia berteriak dengan keras untuk membangkitkan amarah kaum Quraisy terhadap Abu Sufyân: “Bunuhlah lelaki keji dan kotor ini! Tindakannya tidak sesuai dengan tindakan seorang pemimpin suatu kaum.”
Abu Sufyân memperingatkan kaum Quraisy agar tidak melawan dan mengajak mereka untuk menyerah. Nabi saw. memasuki kota Mekah bersama bala tentara Islam. Allah swt. telah menghinakan Quraisy dan membahagiakan muslimin yang tertindas selama ini. Nabi saw. segera menuju ke Ka’bah untuk menghancurkan patung-patung sembahan orang-orang kafir Quraisy. Ia saw. menikamkan tombak di bagian mata Hubal sambil berkata: “Telah datang kebenaran dan telah sirna kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti sirna.”
Kemudiannya saw. memerintahkan Ali as. agar menaiki pundaknya untuk menghancurkan patung-patung dan membersihkan Baitullah yang suci itu darinya. Ali as. mengangkat patung-patung itu dan melemparkannya ke atas tanah hingga hancur. Dengan itu, patung-patung itu telah hancur di tangan pahlawan Islam, sebagaimana patung-patung pernah dihancurkan oleh kakeknya, Ibrahim Khalîlullâh.
Haji Wadâ’
Nabi saw. merasa bahwa ia tidak lama lagi akan berangkat menghadap ke haribaan suci Ilahi. Karena itu, ia merasa perlu untuk melakukan haji ke Baitullah untuk menetapkan jalan-jalan keselamatan buat umat manusia. Pada tahun ke-10 Hijriah, ia berangkat menunaikan ibadah haji. Ia mengumumkan kepada segenap penduduk bahwa tidak lama laginya akan berangkat menuju ke alam akhirat dan meninggalkan dunia fana ini untuk selamanya. Ia bersabda: “Aku tidak tahu, barangkali setelah tahun ini aku tidak dapat berjumpa lagi dengan kalian untuk selamanya dalam kondisi seperti ini.”
Dengan informasi itu, jamaah haji merasa takut dan khawatir. Mereka melakukan tawaf dengan perasaan sedih sembari berguman: “Nabi saw. telah memberitahukan kematian dirinya.”
Nabi saw. menetapkan jalan-jalan keselamatan yang dapat menjaga umat dari segala fitnah dan menjamin kehidupan mereka yang mulia. Ia saw. bersabda: “Hai manusia, aku tinggalkan buat kalian dua pusaka yang sangat berharga, yaitu kitab Allah dan ‘Itrahku, keluargaku.”
Ya, berpegang teguh kepada kitab Allah, mengamalkan isinya, dan ber-wilâyah kepada Ahlul Bait as. adalah sebuah jaminan bagi umat dari penyimpangan dalam kehidupan dunia ini. Setelah selesai melakukan ibadah haji, Rasulullah saw. menyampaikan sebuah ceramah yang sangat indah. Dalam ceramah ini ia telah menjelaskan poin-poin yang sangat penting dan ajaran-ajaran Islam yang sangat benderang.
Ia mengakhiri ceramah itu dengan pesan: “Sepeninggalku nanti, jangan sampai kalian kembali kepada kekufuran dan kesesatan sehingga segolongan dari kalian membunuh segolongan yang lain. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua buah pusaka yang kalian pasti tidak akan tersesat untuk selamanya bila berpegang teguh kepadanya. Yaitu kitab Allah dan ‘Itrahku, keluargaku. Apakah aku telah menyampaikan hal ini kepada kalian?”
“Ya”, jawab mereka serentak.
Kemudian Nabi saw. bersabda lagi: “Ya Allah, saksikanlah! Sesungguhnya kalian akan dimintai tanggung jawab. Hendaknya kalian yang hadir di sini menyampaikan kepada yang gaib.”
Kami telah memaparkan teks ceramahnya saw. ini dalam Mawsû’ah Al-Imam Amiril Mukminin as., jilid 2.
Muktamar Ghadir Khum
Setelah Nabi saw. menunaikan ibadah haji, ia kembali ke kota Madinah bersama rombongan jamaah haji. Ketika ia sampai di Ghadir Khum, malaikat Jibril turun kepadanya dengan membawa perintah Allah swt. yang maha penting. Allah swt. memerintahkan agarnya menghentikan rombongan di tempat tersebut guna mengangkat Ali as. sebagai khalifah dan imam atas umat setelahnya wafat. Juga ditekankan bahwa ia tidak boleh menunda-nunda pelaksanaan perintah itu. Ketika itu turun ayat: “Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka berarti engkau belum menyapaikan semua risalah-Nya. Dan Allah menjagamu dari kejahatan manusia.” (QS. Al-Mâ’idah [5]:67)
Rasulullah saw. menerima perintah tersebut dengan penuh perhatian. Dengan tekad yang kuat membaja dan kehendak yang bulat, ia menghentikan perjalanan di tengah-tengah terik matahari padang pasir. Ia memerintahkan agar kafilah jamaah haji berhenti untuk mendengarkan ceramah yang akannya sampaikan kepada mereka. Nabi saw. mengerjakan salat. Setelah usai salat, ia memerintahkan supaya pelana-pelana unta disusun menjadi mimbar. Setelah itu, ia saw. menyampaikan ceramah dengan penuh semangat. Ia menyampaikan berbagai kesulitan dan rintangan yang melitang jalan dakwah Islam yang pada saat itu umat manusia beada dalam kesesatan. Kemudian ia menyelamatkan mereka. Ia telah menanamkan pondasi kultur (Islam) dan kemajuan umat manusia. Kemudian ia saw. menoleh kepada mereka seraya berkata: “Lihatlah bagaimana kalian memperlakukan dua puaka berharga ini.”
Ketika itu sebagian orang bertanya: “Apakah dua pusaka itu, ya Rasulullah?”
Rasulullah saw. menjawab: “Pusaka yang lebih besar adalah kitab Allah; satu bagian jungnya berada di tangan Allah dan satu ujungnya yang lain berada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kepadanya dan janganlah kalian tersesat. Pusaka lainnya adalah lebih kecil, yaitu keluargaku. Sesungguhnya Allah Yang Maha Lembut dan Mengetahui memberitahukan kepadaku bahwa kedua pusaka itu tidak akan berpisah hingga keduanya menjumpaiku di telaga Haudh. Kemudian aku mohon hal itu kepada Tuhanku. Maka janganlah kalian mendahului keduanya, karena kalian pasti akan binasa, dan janganlah kalian lalai dari keduanya, niscaya kalian akan hancur ….”
Kemudian Nabi saw. mengangkat tangan washî dan pintu kota ilmunya, Ali as. dan mewajibkan muslimin untuk ber-wilâyah kepadanya. Ia telah menobatkan dia sebagai pemimpin umat untuk menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.
Beliau saw. bersabda: “Hai manusia, siapakah yang lebih utama terhadap orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?”
Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku adalah pemimpin kaum mukminin. Maka aku lebih utama terhadap mereka daripada diri mereka sendiri. Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali ini adalah pemimpinnya.” Ia mengulangi ucapan ini sampai tiga kali.
Setelah itunya melanjutkan: “Ya Allah, bimbinglah orang yang ber-wilâyah kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan murkailah orang yang memurkainya. Tolonglah orang yang menolongnya dan hinakanlah orang yang menghinakannya. Dan sertakanlah hak bersamanya di mana saja dia berada. Hendaknya yang hadir menyampaikan hal ini kepada yang gaib ….”
Dengan ucapan tersebut, Nabi Muhammad saw. mengakhiri pidatonya, sebuah pidato yang menentukan Ali as. sebagai rujukan seluruh umat manusia sepeninggalnya saw. Ia telah menentukan seorang pemimpin yang mengatur seluruh urusan kamu muslimin setelahnya.
Kaum muslimin menyambut hal itu dengan membaiat Imam Ali as. dan menyampaikan ucapan selamat atas jabatannya sebagai pemimpin muslimin. Nabi saw. memerintahkan para Ummul Mukminin agar membaiatnya. Umar bin Khaththab pun maju menghadap Ali as. untuk mengucapkan selamat dan menyalAmînya.
Ketika itu Umar mengucapkan ucapannya yang masyhur: “Selamat, hai putra Abi Thalib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap mukmin laki-laki dan perempuan.”
Hassân bin Tsâbit pun bangkit untuk membacakan bait-bait syairnya:
Nabi memanggil mereka pada hari Ghadir Khum, dengarkanlah Rasul memanggil.
Dia berkata: “Siapaklah maula dan nabi kalian?” Mereka menjawab dan tidak seorang pun buta: “Tuhanmu adalah maula kami, dan engkau adalah nabi kami. Tak seorang pun di antara kami yang menentang.”
Dia bekata: “Bangkitlah, hai Ali. Aku rela engkau sebagai imam dan penunjuk jalan setelahku.
Barang siapa aku adalah walinya, maka Ali adalah walinya. Hendaklah kalian menjadi pengikutnya yang jujur.”
Dia berdoa: “Ya Allah, cintailah orang yang membantunya dan musuhilah orang yang mendengkinya.”
Sesungguhnya membaiat Imam Ali as. pada peristiwa Ghadir Khum adalah bagian dari missi Islam. Barang siapa yang mengingkarinya, berarti ia telah mengingkari Islam, seperti ditegaskan Allamah Al-‘Alâ’ilî.
Duka Abadi
Setelah Nabi saw. menyampaikan risalah Tuhan dan menjadikan Ali as. sebagai pemimpin umat, kesehatannya mulai menurun hari demi hari. Ia terjangkit penyakit demam berat seperti panas yang membakar. Ia mengenakan sehelai selimut. Jika istri-istrinya dan para penjenguk meletakkan tangan mereka di atas selimut tersebut, mereka pasti merasakan panasnya.
Kaum muslimin berbondong-bondong menjenguknya. Ia memberitahukan kepada mereka tentang ajalnya dan menyampaikan wasiatnya yang abadi. Ia berkata: “Hai manusia, sebentar lagi nyawaku segera akan diambil, lalu aku akan dibawa. Aku sampaikan kepada kalian sebuah amanat demi menyempurnakan hujah bagi kalian. Aku tinggalkan untuk kalian kitab Allah dan ‘Itrahku, Ahlul Baitku.”
Ajal begitu cepat mendekat kepadanya. Pada waktu itu, ia membaca ada glagat-glagat fanatisme golongan di dalam diri para sahabat untuk berusaha keras mengalihkan kekhalifahan dari Ahlul Baitnya as. Ia berpikir bahwa jalan yang paling tepat adalah mengosongkan kota Madinah dari mereka dengan cara mengutus mereka untuk memerangi bangsa Romawi. Ia menyiapkkan satu pasukan perang di bawah komando Usâmah bin Zaid yang masih berusia muda. Ia saw. tidak menyerahkan kepemimpinan pasukan kepada sahabat yang sudah berumur. Bahkan ia malah memerintahkan mereka menjadi prajurit Usâmah. Mereka merasa keberatan untuk bergabung dalam pasukan perang Usâmah itu.

Mengetahui hal itu, Rasulullah saw. segera naik ke atas mimbar dan menyampaikan pidato. Ia berkata: “Laksanakanlah perintah Usâmah! Semoga Allah melaknat orang-orang yang membelot dari pasukan Usâmah.”
Perintahnya yang tegas ini tidak menyenangkan hati mereka. Mereka malah memasukkan ucapannya itu ke telinga kanan dan mengeluarkannya dari telinga kiri. Mereka tidak menaati perintahnya. Ada beberapa pembahasan penting lain dari bagian sejarah Islam ini, dan kami telah memaparkannya dalam kitab Hayâh Al-Imam Hasan as.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar